Cita-Cita Sehelai Kain
Bismillah... cerita ini adalah cerita tentang keinginanku untuk berhijab. Ketika usiaku 6 tahun, kupikir orang-orang yang hanya boleh berhijab adalah golongan santri dan orang-orang yang pandai mengaji saja. Jujur, ketika itu timbullah keinginanku untuk masuk pesantren karena aku ingin berhijab. Walaupun aku sendiri tak tahu persisnya apa itu pesantren.
Seiring waktu berjalan, aku masih belum bisa menyentuh jilbab itu. Ibuku tak pernah menjabarkan banyak hal tentang jilbab kepadaku. Semakin yakinlah aku bahwa jilbab tidak diperuntukkan bagi orang-orang biasa. Tapi, aku masih bersyukur karena setiap mengaji di sore hari aku masih bisa memakai jilbab.
Aku lupa kapan tepatnya, waktu itu mungkin usiaku sekitar 8 tahun, saat aku duduk di kelas 2 SD. Aku menonton tayangan infotainment di sebuah channel televisi. Di sana sedang ada berita tentang Ka Rachel Maryam yang memilih untuk berhijab. Aku menyaksikannya dengan seksama. Dalam tayangan itu mba Rachel mengatakan :"Jilbab ini sebagai pagar, pengendali diri saya atas apa-apa yang tidak boleh dilakukan. Agar saya menjauhi hal yang dilarang oleh Allah dan tidak melakukannya." Jujur, aku tidak tahu pasti apa maksudnya. Namun hatiku takjub mendengar pernyataan itu. Aku takjub, bagaimana mungkin sehelai kain yang menutupi kepala bisa mengendalikan diri kita yang bahkan besarnya melebihi kepala dengan segala kemampuan dan kapasitas geraknya. Ya Alloh.. jujur pada saat itu aku belum mengerti sama sekali.
Tapi, mulai dari sanalah tekad dalam diri ini semakin kuat. Sampai tiba saatnya ketika saya ditinggalkan oleh mamah untuk bekerja ke luar negeri sebagai TKW. Waktu itu usia saya 9 tahun. Masih duduk di kelas 3 SD. Dan kakak saya duduk si kelas 3 MTs. Masih kecil usia kami, namun urusan ekonomi tak membuat luluh hati ibu untuk tetap bekerja. Saat tak ada mamah itulah, tiada bimbingan yang lembut dari ibu. Aku memutuskan untuk mengenakan baju muslim dan kerudung pada bulan Ramadhan. Namun, betapa malunya aku saat berpapasan dengan temanku. mereka mengatakan :"mau ngapain kamu Na, siang-siang begini pake kerudung?" Dan yaaa... semangat saya hancur seketika. Malu rasanya dikatakan seperti itu. Akhirnya saya tidak lagi menggunakan jilbab itu.
Semakin lama semakin menggebu keinginan itu, namun sekuat tenaga aku menahan keinginan itu. Toh aku masih kecil ini, pikirku. Lalu, pada momen kelas 6 SD sebelum kami melaksanakan UN, ada suatu sesi foto. Di sana kami berfoto namun tidak boleh mengenakan kerudung. Katanya itu foto untuk ijazah kami nantinya. Namun ada seorang temanku yang (maaf) memiliki kendala dalam belajar ( dia sudah 1 tahun tinggal kelas, dan baru lulus berbarengan dengan angkatanku), menangis di belakang sekolah. Ketika teman-temanku menghampirinya, dia mengatakan bahwa dia mau berfoto asalkan tidak dilepas kerudungnya. Banyak suara ricuh, bilang ini dan itu. Sampai ada temanku yang berbicara :" mungkin kepalanya gundul atau botak, jadi malu kali yaa kalo buka kerudung." Namun lepas tahun berlalu, aku baru sadar... dulu kami hanya anak kecil. Namun betapa dia telah menemukan kebahagiaan dengan kerudung yang dikenakannya itu. Dia tak seperti kami yang dengan senang hati melepas kerudung untuk berfoto.
Menginjak usia MTs, akhirnya keinginan itu masih belum juga terwujud. Aku mengenakan kerudung hanya saat bersekolah dan mengaji sore hari saja. Kuingat, aku pernah menonton cuplikan film "Ketika Cinta Bertasbih", di sana aku melihat tokoh Anna, yang ternyata diperankan oleh Ka OSD; aku takjub sekali. Ya Alloh.. anggun sekali kakak ini. Aku ingin menjadi seperti beliau, lirih dalam hatiku.
Qodarullah, setelah booming internet dan medsos, kami pun ikut tertular untuk menikmati fasilitas itu. Kelas 2 MTs aku mulai menjelajah Facebook. Dari sana banyak orang-orang yang tak ku kenal terhubung di dunia maya. Kebanyakan temanku adalah siswa IITC Darussalam Gontor. Dulu, aku tidak tahu apa istimewanya, setelah tahu... aku jadi membayangkan apakah kelak aku mampu menjadi santri di Gontor? Wallahu'alam.
Ada beberapa orang yang sering berinteraksi denganku lewat chatting. Jujur, aku banyak diberi motivasi dalam hal habluminallah dan habluminannas. Alhamdulillah... ada seseorang yang memotivasiku untuk memperbaiki diri, sebelum terlambat. Akhirnya aku mulai mengumpulkan keberanian untuk mewujudkan keinginan yang tersimpan itu.
Lulus MTs, tepatnya bulan Ramadhan tahun 2015, di hari pertama Ramadhan aku mulai memgenakan jilbab itu. Ya... keinginan yang mungkin terpendam selama 9 tahun lamanya. Jujur, pada saat mamahku melihatku memakai kerudung seharian dia membiarkanku saja. Lalu pada hari ke-2, mama mulai heran dengan kerudung yang masih terpasang itu. Mamah bertanya padaku :"Na, kenapa tumben dikerudung?" Aku menjawab:"ingin dikerudung mah. Rasanya nyaman saja." Mata mamahku berkaca-kaca. Aku tidak tahu kenapa..
Mulai menginjakkan kaki di SMA, aku sangat bersyukur menemukan lingkungan yang kondusif. Lalu aku sangat bahagia menemukan ayat al-Qur'an, surat al-Ahzab ayat 59 yang mewajibkan muslimah berkerudung. Alloh... betapa bahagianya aku. Dulu, ku kira jilbab itu tak akan mampu ku raih, namun kini terpasang tegak di kepalaku. Bukan hanya santri, pandai ngaji dan orang-orang pandai agama saja, namun jilbab nyatanya diwajibkan oleh Alloh kepada Muslimah, sampai ayat-ayat indah perintahNya terukir dalam al-Qur'an. Aku bersyukur ya Alloh...
2019 ini, aku mensyukuri segala hal yang pernah terjadi dalam hidupku. Ya Alloh.. benar, ni'mat berjilbab itu nyata. Baru ku pahami perkataan ka Rachel Maryam, jilbab mampu menjadi pengendali diri. Karena tak cukup berjilbab saja, namun harus tetap mencari ilmu Alloh yang tersebar luas untuk memperkokoh iman dan Akidah kita. Agar bejilbab tak hanya selembar kain yang menutupi badan kita, namun esensi jilbab itu sendiri untuk memperbaiki diri, jiwa dan hati. Jilbab untuk melindungi kita dari hal-hal yang buruk.
Sahabat, do'akan aku agar selalu istiqomah dalam mengabdi kepadaNya. Do'akan agar Alloh memberikan hidayahNya. Semoga Alloh memberikan Akhlak yang baik untukku, untuk kaum perempuan yang akan menjadi ibu, melahirkan generasi yang kokoh untuk membela agama Allah.
Seiring waktu berjalan, aku masih belum bisa menyentuh jilbab itu. Ibuku tak pernah menjabarkan banyak hal tentang jilbab kepadaku. Semakin yakinlah aku bahwa jilbab tidak diperuntukkan bagi orang-orang biasa. Tapi, aku masih bersyukur karena setiap mengaji di sore hari aku masih bisa memakai jilbab.
Aku lupa kapan tepatnya, waktu itu mungkin usiaku sekitar 8 tahun, saat aku duduk di kelas 2 SD. Aku menonton tayangan infotainment di sebuah channel televisi. Di sana sedang ada berita tentang Ka Rachel Maryam yang memilih untuk berhijab. Aku menyaksikannya dengan seksama. Dalam tayangan itu mba Rachel mengatakan :"Jilbab ini sebagai pagar, pengendali diri saya atas apa-apa yang tidak boleh dilakukan. Agar saya menjauhi hal yang dilarang oleh Allah dan tidak melakukannya." Jujur, aku tidak tahu pasti apa maksudnya. Namun hatiku takjub mendengar pernyataan itu. Aku takjub, bagaimana mungkin sehelai kain yang menutupi kepala bisa mengendalikan diri kita yang bahkan besarnya melebihi kepala dengan segala kemampuan dan kapasitas geraknya. Ya Alloh.. jujur pada saat itu aku belum mengerti sama sekali.
Tapi, mulai dari sanalah tekad dalam diri ini semakin kuat. Sampai tiba saatnya ketika saya ditinggalkan oleh mamah untuk bekerja ke luar negeri sebagai TKW. Waktu itu usia saya 9 tahun. Masih duduk di kelas 3 SD. Dan kakak saya duduk si kelas 3 MTs. Masih kecil usia kami, namun urusan ekonomi tak membuat luluh hati ibu untuk tetap bekerja. Saat tak ada mamah itulah, tiada bimbingan yang lembut dari ibu. Aku memutuskan untuk mengenakan baju muslim dan kerudung pada bulan Ramadhan. Namun, betapa malunya aku saat berpapasan dengan temanku. mereka mengatakan :"mau ngapain kamu Na, siang-siang begini pake kerudung?" Dan yaaa... semangat saya hancur seketika. Malu rasanya dikatakan seperti itu. Akhirnya saya tidak lagi menggunakan jilbab itu.
Semakin lama semakin menggebu keinginan itu, namun sekuat tenaga aku menahan keinginan itu. Toh aku masih kecil ini, pikirku. Lalu, pada momen kelas 6 SD sebelum kami melaksanakan UN, ada suatu sesi foto. Di sana kami berfoto namun tidak boleh mengenakan kerudung. Katanya itu foto untuk ijazah kami nantinya. Namun ada seorang temanku yang (maaf) memiliki kendala dalam belajar ( dia sudah 1 tahun tinggal kelas, dan baru lulus berbarengan dengan angkatanku), menangis di belakang sekolah. Ketika teman-temanku menghampirinya, dia mengatakan bahwa dia mau berfoto asalkan tidak dilepas kerudungnya. Banyak suara ricuh, bilang ini dan itu. Sampai ada temanku yang berbicara :" mungkin kepalanya gundul atau botak, jadi malu kali yaa kalo buka kerudung." Namun lepas tahun berlalu, aku baru sadar... dulu kami hanya anak kecil. Namun betapa dia telah menemukan kebahagiaan dengan kerudung yang dikenakannya itu. Dia tak seperti kami yang dengan senang hati melepas kerudung untuk berfoto.
Menginjak usia MTs, akhirnya keinginan itu masih belum juga terwujud. Aku mengenakan kerudung hanya saat bersekolah dan mengaji sore hari saja. Kuingat, aku pernah menonton cuplikan film "Ketika Cinta Bertasbih", di sana aku melihat tokoh Anna, yang ternyata diperankan oleh Ka OSD; aku takjub sekali. Ya Alloh.. anggun sekali kakak ini. Aku ingin menjadi seperti beliau, lirih dalam hatiku.
Qodarullah, setelah booming internet dan medsos, kami pun ikut tertular untuk menikmati fasilitas itu. Kelas 2 MTs aku mulai menjelajah Facebook. Dari sana banyak orang-orang yang tak ku kenal terhubung di dunia maya. Kebanyakan temanku adalah siswa IITC Darussalam Gontor. Dulu, aku tidak tahu apa istimewanya, setelah tahu... aku jadi membayangkan apakah kelak aku mampu menjadi santri di Gontor? Wallahu'alam.
Ada beberapa orang yang sering berinteraksi denganku lewat chatting. Jujur, aku banyak diberi motivasi dalam hal habluminallah dan habluminannas. Alhamdulillah... ada seseorang yang memotivasiku untuk memperbaiki diri, sebelum terlambat. Akhirnya aku mulai mengumpulkan keberanian untuk mewujudkan keinginan yang tersimpan itu.
Lulus MTs, tepatnya bulan Ramadhan tahun 2015, di hari pertama Ramadhan aku mulai memgenakan jilbab itu. Ya... keinginan yang mungkin terpendam selama 9 tahun lamanya. Jujur, pada saat mamahku melihatku memakai kerudung seharian dia membiarkanku saja. Lalu pada hari ke-2, mama mulai heran dengan kerudung yang masih terpasang itu. Mamah bertanya padaku :"Na, kenapa tumben dikerudung?" Aku menjawab:"ingin dikerudung mah. Rasanya nyaman saja." Mata mamahku berkaca-kaca. Aku tidak tahu kenapa..
Mulai menginjakkan kaki di SMA, aku sangat bersyukur menemukan lingkungan yang kondusif. Lalu aku sangat bahagia menemukan ayat al-Qur'an, surat al-Ahzab ayat 59 yang mewajibkan muslimah berkerudung. Alloh... betapa bahagianya aku. Dulu, ku kira jilbab itu tak akan mampu ku raih, namun kini terpasang tegak di kepalaku. Bukan hanya santri, pandai ngaji dan orang-orang pandai agama saja, namun jilbab nyatanya diwajibkan oleh Alloh kepada Muslimah, sampai ayat-ayat indah perintahNya terukir dalam al-Qur'an. Aku bersyukur ya Alloh...
2019 ini, aku mensyukuri segala hal yang pernah terjadi dalam hidupku. Ya Alloh.. benar, ni'mat berjilbab itu nyata. Baru ku pahami perkataan ka Rachel Maryam, jilbab mampu menjadi pengendali diri. Karena tak cukup berjilbab saja, namun harus tetap mencari ilmu Alloh yang tersebar luas untuk memperkokoh iman dan Akidah kita. Agar bejilbab tak hanya selembar kain yang menutupi badan kita, namun esensi jilbab itu sendiri untuk memperbaiki diri, jiwa dan hati. Jilbab untuk melindungi kita dari hal-hal yang buruk.
Sahabat, do'akan aku agar selalu istiqomah dalam mengabdi kepadaNya. Do'akan agar Alloh memberikan hidayahNya. Semoga Alloh memberikan Akhlak yang baik untukku, untuk kaum perempuan yang akan menjadi ibu, melahirkan generasi yang kokoh untuk membela agama Allah.
Fateema, 2019.
Kisah yg inspiratif 😍
BalasHapusSemoga bermanfaat 😇
BalasHapusSemangat selalu mbaakk :)
BalasHapusTerima kasih 😊
HapusSemoga tetap istiqomah :)
BalasHapus