Nasi Kotak
Cianjur, 15 September 2019
Tanggal itu adalah momen yang ditunggu-tunggu sejak 3 minggu sebelum hari H. Ada acara seminar dan bedah buku bersama penulis yang memiliki banyak karya, bang Darwis "Tere Liye". Siapa yang tidak ingin bertemu dengan penulis hebat dan motivating seperti beliau ini? Pun aku tidak ingin melewatkan kesempatan emas itu.
Entah kapan lagi bisa bertatap muka langsung dengan beliau. Itulah mengapa, sejak jauh-jauh hari aku bersama kawanku, Nursalamah, membooking tiket Pre-Order acara bertajuk PUBG tersebut. Oh iya, PUBG ini bukan game tembak-tembakan ya. Tapi merupakan singkatan dari :"Perluas wawasan Urang Bedah buku Guys." Begitulah kiranya.
Tiba di lokasi acara di SMAN 1 Cianjur pukul 07.54 WIB. Karena berdasarkan jadwal acara akan dimulai pukul 08.00 s.d selesai. Yah, plus karetnya beberapa jam kemudian. Ketika kami mendaftar ulang, ternyata kami diberi nasi kotak dan satu pack minuman dari pihak penyelenggara acara. Karena tak ingin ribet, akhirnyalah bekal makan siang itu masuk ke tas ranselku.
Di dalam lokasi, kami menghampiri stand penjual buku. Tidak hanya buku Tere liye ternyata, banyak buku-buku lain yang juga nangkring disana. Ketika mampir ke stand, aku melihat sekilas buku biografi mendiang B.J. Habibie. Tak lupa, selain menatapnya aku juga mengambil buku tersebut untuk diamati dengan seksama, lebih tepatnya dipegang dan diamati belakangnya. Bukan untuk membaca sinopsis ataupun komentar testimoni buku tersebut, melainkan cek label harga hehehehe. Ternyata bukunya subhanallah, harganya Rp. 110.000,00 yang rupanya sedang tidak bersahabat dengan kantong saya. Hehe
Sekitar 2 jam acara berlangsung. Kedatangan bang Darwis amat membuat kami terkagum-kagum. Dalam acara yang kami bilang menyenangkan, bang Tere lebih santai. Beliau datang mengenakan sarung dan kaos. Iya, sarung yang biasa dipakai sholat atau tidur saat meronda. Hehe... bang Darwis mengatakan itu sudah menjadi hobi beliau apabila mengisi acara apapun mengenakan sarung. Unik!
Dalam acara tersebut bang Tere membagikan kisahnya. Sejarah panjang menuju penulis buku best seller. Berkali-kali kecewa, tapi pantang menyerah sampai beliau menemukan tangga suksesnya. Jatuh cinta pada menulis sejak kelas 5 SD. Pertama kali menulis dan tulisannya di muat dikoran lokal pada saat beliau duduk di kelas 2 SMA. Beliau memiliki hobi baca yang hebat. Pemikiran kritis dan logis. Berkali-kali gagal menghantarkan tulisannya untuk dimuat di surat kabar nasional, sampai pada akhirnya dimuat juga. Beliau chaos, karena pada saat itu bacaan anak-anak remaja terbatas. Anak-anak disuruh banyak membaca untuk menghidupkan literasi, akan tetapi jumlah dan kualitas buku bacaannya kurang memadai bahkan tidak ada bahannya sama sekali. Hal itulah yang membuat beliau memiliki mimpi untuk menulis novel-novel remaja, yang ditujukan untuk semua usia- bagi yang sudah bisa membaca. Heheh
Nah, apa hubungannya dengan nasi kotak?
Jadi begini, guys. Setelah acara seminar, book signing dan penampilan May Dicka selesai aku dan kawanku, Cica dan nursalamah berpisah. Kami pulang ke rumah masing-masing(karena mau nginep juga tanggung, masih siang bolong. Jam 12 heheh). Selesai acara, aku malah melipir ke rumah teman SMAku. Yang kebetulan hari itu dia berulang tahun. Sekaligus reuni kecil-kecilan bersama para wanita yang dulunya juga adalah anak SMA dikelas yang sama. Mengobrol, berceloteh dan nostalgia. Setelah memastikan bahwa tak akan ada siapapun lagi yang datang ke rumah itu, kami pun makan nasi liwet yang disediakan pribumi. Wah, masyaa allah. Kapan lagi bisa makan bareng-bareng nasi liwet di rumah orang yang berulang tahun? Kami pun makan dengan lahap. Tapi kami kalah saing dengan jumlah hidangan yang tersaji. Kami K.O dan nasi tersenyum penuh sayur dan sambal (ya kali...)
Nasi memasuki perut, akhirnya pertahanan mata mulai melemah. Kami mengantuk. Magic dari nasi liwet itu benar-benar telah menyihir kami yang awalnya segar bugar menjadi lemah, ngantuk dan ingin rebahan saja. Tapi, waktu sudah pukul 16.00, kami harus segera berkemas dan pulang ke rumah masing-masing.
Sampai di tempat tujuan, pulang, aku mampir ke sebuah minimarket untuk mencari obat penghilang kantuk. Kopi. Setelah membayar beberapa ribu di kassa, aku mencari tempat duduk untuk minum kopi. Ya, aku tidak terbiasa minum sambil berdiri ataupun jalan. Sungguh sangat tidak nyaman di tenggorokan dan perutku. Juga tidak dianjurkan oleh Rasul dan dunia kesehatan.
Kopi tandas, aku melanjutkan perjalanan. Siapa sangka, di tengah jalan aku bertemu dengan seorang anak laki-laki yang kira-kira seumuran dengan adik bungsuku. Dengan pakaian lusuh, dan rambut gondrong serta wajah memelas, dia menengadahkan tangannya ke arahku. Sambil berkata :"teh" sembari sorot matanya menatap wajahku dengan mimik muka mengiba. Aku tidak bisa berkutik, uangku habis dibelikan kopi. Aku berlalu melewatinya begitu saja. Tapi sungguh di hati ini ada perih yang tak tertahankan. Seperti perasaan susah move on (ih apasih).
Sisa perjalanan menuju rumah sore itu kupenuhi dengan rutukan pada diri sendiri.
Aku merasa tak bisa menjadi diriku seutuhnya. Ah tapi bagaimana, qoddarulloh.. sudah seperti ini alurnya. Seberkas pikiran-pikiran saring berkelebat di kepalaku. Apakah dia sudah makan, di mana dia tidur nanti malam? Bagaimana dia melewati hari-harinya.. ah sungguh hal yang menyesakkan dada.
Memang bukan hanya kali ini aku menyaksikan para anak-anak seperti itu di jalanan. Sering sekali, di satu kesempatan aku menyaksikan mereka, di malam hari duduk di emperan toko-toko. Pun pernah aku melihat langsung anak kecil tidur di emperan kantor pos. Jangankan berselimut, alasnya pun hanya keramik dingin. Ya allah... berbeda jauh sekali dengan kami yang diberikan ni'mat yang lebih. Kadang, menyaksikan hal itu hatiku terasa teriris, sedih dan ingin menangis. Apalah saya yang tidak mampu berbuat banyak saat menyaksikan mereka.
Lalu, sampailah aku dirumah Ambu. Beraktivitas seperti biasa. Tidur dan bertemu mentari pagi esoknya. Ketika aku memeriksa kembali tasku untuk dirapikan isinya, betapa kagetnya aku.. menyaksikan nasi kotak di dalam tas. Yang ketika ku buka isinya adalah nasi dan ayam goreng. Perih... teriris hati dan entah apalah perasaan ini namanya. Ingin menangis rasanya, bagaimana mungkin aku menghamburkan makanan, sedangkan tangan yang menengadah padaku hari kemarin ku abaikan begitu saja. Hendak ku bagaimana kan nasi kotak itu. Tak mungkin dengan kondisi makanan yang sudah lebih dari 24 jam berada di tas itu ku makan, apalagi diberikan pada orang lain. Ya allah...
Sering sekali aku justru menyia-nyiakan makanan, mubazir. Namun, disekitarku masih ada orang-orang yang bahkan entah bisa makan atau tidak. Seharian itu aku terpekur, menyesali sebungkus nasi kotak yang tidak ku sadari kehadirannya dalam tasku. Ah jika saja aku tahu, sudah pasti tidak akan mubazir makanan itu.
Seketika, aku teringat nasihat dari kepala sekolah SMAku dulu. "Apabila harta di dunia ini masih dikuasai Amerika Serikat dan China, niscaya akan banyak sekali kondisi memprihatinkan di seluruh penjuru dunia. Karena pemegang kekayaannya bukanlah orang Muslim yang lebih peka terhadap masalah kemanusiaan. Namun, apabila harta-harta itu berpindah menjadi harta milik umat Muslim, maka perlahan-lahan masalah yang diakibatkan adanya kekurangan pangan dan lain sebagainya, akan segera teratasi. Karena tujuan para manusia liberal adalah untuk menguasai harta dunia demi kepentingan pribadi. Sedangkan tujuan umat Muslim dalam menguasai harta dunia adalah untuk mencapai tujuan menjadi manusia bermanfaat bagi yang lain, dengan memberikan pinjaman yang paling baik kepada Allah swt, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah."
Tanggal itu adalah momen yang ditunggu-tunggu sejak 3 minggu sebelum hari H. Ada acara seminar dan bedah buku bersama penulis yang memiliki banyak karya, bang Darwis "Tere Liye". Siapa yang tidak ingin bertemu dengan penulis hebat dan motivating seperti beliau ini? Pun aku tidak ingin melewatkan kesempatan emas itu.
Entah kapan lagi bisa bertatap muka langsung dengan beliau. Itulah mengapa, sejak jauh-jauh hari aku bersama kawanku, Nursalamah, membooking tiket Pre-Order acara bertajuk PUBG tersebut. Oh iya, PUBG ini bukan game tembak-tembakan ya. Tapi merupakan singkatan dari :"Perluas wawasan Urang Bedah buku Guys." Begitulah kiranya.
Tiba di lokasi acara di SMAN 1 Cianjur pukul 07.54 WIB. Karena berdasarkan jadwal acara akan dimulai pukul 08.00 s.d selesai. Yah, plus karetnya beberapa jam kemudian. Ketika kami mendaftar ulang, ternyata kami diberi nasi kotak dan satu pack minuman dari pihak penyelenggara acara. Karena tak ingin ribet, akhirnyalah bekal makan siang itu masuk ke tas ranselku.
Di dalam lokasi, kami menghampiri stand penjual buku. Tidak hanya buku Tere liye ternyata, banyak buku-buku lain yang juga nangkring disana. Ketika mampir ke stand, aku melihat sekilas buku biografi mendiang B.J. Habibie. Tak lupa, selain menatapnya aku juga mengambil buku tersebut untuk diamati dengan seksama, lebih tepatnya dipegang dan diamati belakangnya. Bukan untuk membaca sinopsis ataupun komentar testimoni buku tersebut, melainkan cek label harga hehehehe. Ternyata bukunya subhanallah, harganya Rp. 110.000,00 yang rupanya sedang tidak bersahabat dengan kantong saya. Hehe
Sekitar 2 jam acara berlangsung. Kedatangan bang Darwis amat membuat kami terkagum-kagum. Dalam acara yang kami bilang menyenangkan, bang Tere lebih santai. Beliau datang mengenakan sarung dan kaos. Iya, sarung yang biasa dipakai sholat atau tidur saat meronda. Hehe... bang Darwis mengatakan itu sudah menjadi hobi beliau apabila mengisi acara apapun mengenakan sarung. Unik!
Dalam acara tersebut bang Tere membagikan kisahnya. Sejarah panjang menuju penulis buku best seller. Berkali-kali kecewa, tapi pantang menyerah sampai beliau menemukan tangga suksesnya. Jatuh cinta pada menulis sejak kelas 5 SD. Pertama kali menulis dan tulisannya di muat dikoran lokal pada saat beliau duduk di kelas 2 SMA. Beliau memiliki hobi baca yang hebat. Pemikiran kritis dan logis. Berkali-kali gagal menghantarkan tulisannya untuk dimuat di surat kabar nasional, sampai pada akhirnya dimuat juga. Beliau chaos, karena pada saat itu bacaan anak-anak remaja terbatas. Anak-anak disuruh banyak membaca untuk menghidupkan literasi, akan tetapi jumlah dan kualitas buku bacaannya kurang memadai bahkan tidak ada bahannya sama sekali. Hal itulah yang membuat beliau memiliki mimpi untuk menulis novel-novel remaja, yang ditujukan untuk semua usia- bagi yang sudah bisa membaca. Heheh
Nah, apa hubungannya dengan nasi kotak?
Jadi begini, guys. Setelah acara seminar, book signing dan penampilan May Dicka selesai aku dan kawanku, Cica dan nursalamah berpisah. Kami pulang ke rumah masing-masing(karena mau nginep juga tanggung, masih siang bolong. Jam 12 heheh). Selesai acara, aku malah melipir ke rumah teman SMAku. Yang kebetulan hari itu dia berulang tahun. Sekaligus reuni kecil-kecilan bersama para wanita yang dulunya juga adalah anak SMA dikelas yang sama. Mengobrol, berceloteh dan nostalgia. Setelah memastikan bahwa tak akan ada siapapun lagi yang datang ke rumah itu, kami pun makan nasi liwet yang disediakan pribumi. Wah, masyaa allah. Kapan lagi bisa makan bareng-bareng nasi liwet di rumah orang yang berulang tahun? Kami pun makan dengan lahap. Tapi kami kalah saing dengan jumlah hidangan yang tersaji. Kami K.O dan nasi tersenyum penuh sayur dan sambal (ya kali...)
Nasi memasuki perut, akhirnya pertahanan mata mulai melemah. Kami mengantuk. Magic dari nasi liwet itu benar-benar telah menyihir kami yang awalnya segar bugar menjadi lemah, ngantuk dan ingin rebahan saja. Tapi, waktu sudah pukul 16.00, kami harus segera berkemas dan pulang ke rumah masing-masing.
Sampai di tempat tujuan, pulang, aku mampir ke sebuah minimarket untuk mencari obat penghilang kantuk. Kopi. Setelah membayar beberapa ribu di kassa, aku mencari tempat duduk untuk minum kopi. Ya, aku tidak terbiasa minum sambil berdiri ataupun jalan. Sungguh sangat tidak nyaman di tenggorokan dan perutku. Juga tidak dianjurkan oleh Rasul dan dunia kesehatan.
Kopi tandas, aku melanjutkan perjalanan. Siapa sangka, di tengah jalan aku bertemu dengan seorang anak laki-laki yang kira-kira seumuran dengan adik bungsuku. Dengan pakaian lusuh, dan rambut gondrong serta wajah memelas, dia menengadahkan tangannya ke arahku. Sambil berkata :"teh" sembari sorot matanya menatap wajahku dengan mimik muka mengiba. Aku tidak bisa berkutik, uangku habis dibelikan kopi. Aku berlalu melewatinya begitu saja. Tapi sungguh di hati ini ada perih yang tak tertahankan. Seperti perasaan susah move on (ih apasih).
Sisa perjalanan menuju rumah sore itu kupenuhi dengan rutukan pada diri sendiri.
Aku merasa tak bisa menjadi diriku seutuhnya. Ah tapi bagaimana, qoddarulloh.. sudah seperti ini alurnya. Seberkas pikiran-pikiran saring berkelebat di kepalaku. Apakah dia sudah makan, di mana dia tidur nanti malam? Bagaimana dia melewati hari-harinya.. ah sungguh hal yang menyesakkan dada.
Memang bukan hanya kali ini aku menyaksikan para anak-anak seperti itu di jalanan. Sering sekali, di satu kesempatan aku menyaksikan mereka, di malam hari duduk di emperan toko-toko. Pun pernah aku melihat langsung anak kecil tidur di emperan kantor pos. Jangankan berselimut, alasnya pun hanya keramik dingin. Ya allah... berbeda jauh sekali dengan kami yang diberikan ni'mat yang lebih. Kadang, menyaksikan hal itu hatiku terasa teriris, sedih dan ingin menangis. Apalah saya yang tidak mampu berbuat banyak saat menyaksikan mereka.
Lalu, sampailah aku dirumah Ambu. Beraktivitas seperti biasa. Tidur dan bertemu mentari pagi esoknya. Ketika aku memeriksa kembali tasku untuk dirapikan isinya, betapa kagetnya aku.. menyaksikan nasi kotak di dalam tas. Yang ketika ku buka isinya adalah nasi dan ayam goreng. Perih... teriris hati dan entah apalah perasaan ini namanya. Ingin menangis rasanya, bagaimana mungkin aku menghamburkan makanan, sedangkan tangan yang menengadah padaku hari kemarin ku abaikan begitu saja. Hendak ku bagaimana kan nasi kotak itu. Tak mungkin dengan kondisi makanan yang sudah lebih dari 24 jam berada di tas itu ku makan, apalagi diberikan pada orang lain. Ya allah...
Sering sekali aku justru menyia-nyiakan makanan, mubazir. Namun, disekitarku masih ada orang-orang yang bahkan entah bisa makan atau tidak. Seharian itu aku terpekur, menyesali sebungkus nasi kotak yang tidak ku sadari kehadirannya dalam tasku. Ah jika saja aku tahu, sudah pasti tidak akan mubazir makanan itu.
Seketika, aku teringat nasihat dari kepala sekolah SMAku dulu. "Apabila harta di dunia ini masih dikuasai Amerika Serikat dan China, niscaya akan banyak sekali kondisi memprihatinkan di seluruh penjuru dunia. Karena pemegang kekayaannya bukanlah orang Muslim yang lebih peka terhadap masalah kemanusiaan. Namun, apabila harta-harta itu berpindah menjadi harta milik umat Muslim, maka perlahan-lahan masalah yang diakibatkan adanya kekurangan pangan dan lain sebagainya, akan segera teratasi. Karena tujuan para manusia liberal adalah untuk menguasai harta dunia demi kepentingan pribadi. Sedangkan tujuan umat Muslim dalam menguasai harta dunia adalah untuk mencapai tujuan menjadi manusia bermanfaat bagi yang lain, dengan memberikan pinjaman yang paling baik kepada Allah swt, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah."
Komentar
Posting Komentar